Laporan Praktikum Fraksinasi Ekstraksi Cair-cair
A. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan cara ekstraksi cair-cair.
B. DASAR TEORI
Fraksinasi
Ekstrak kasar bahan alam merupakan campuran dari banyak senyawa sehingga sulit dilakukan pemisahan senyawa tunggal hingga didapatkan isolat yang murni. Untuk mengatasinya, maka ekstrak kasar dipisahkan menjadi fraksi-fraksi yang berisi kelompok senyawa senyawa yang memiliki sifat polaritas atau ukuran molekul yang hamoir sama. Fraksi-fraksi ini dapat dibedakan secara jelas, misal dengan ekstraksi cair-cair kemudian dilanjutkan dengan kromatografi kolom, misalnya cair vakum, kolom kromatografi, kromatografi berdasarkan ukuran, atau ekstraksi fase padat. Pemisahan awal ekstrak kasar tidak perlu dilakukan dengan banyak fraksi karena hanya akan menghasilkan banyak fraksi namun mengandung senyawa dalam konsentrasi yang kecil.
Kromatografi
Kromatogrrafi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan,ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah padat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok ( fase gerak), pemisahan terjadi selama penambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diam digunakan senyawa yang bereaksi seperti silica gel atau alumina. Silica gel biasa diberi pengikat dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalium sulfat (Sastrohamidjojo, 1991).
Kromatografi lapis tipis juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembangan disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silica gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut. Oleh karena itu, bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
Rf = Jarak yang ditempuh senyawa
Jarak yang ditempuh pelarut
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), fase yang digunakan pada KLT yaitu :
1. Fase diam
Fase diam digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata pertikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja kromatografi lapis tipis dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama adalah adsorpsi dan partisi.
2. Fase gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam meilih dan mengoptimasi fase gerak :
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu.
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolakan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi.
C. ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Beaker glass
2. Erlenmayer
3. Corong pisah
4. Gelas ukur
Bahan
1. Ekstrak hasil maserasi temu kunci
2. N- heksan
3. Etil asetat
4. Etanol 96%
5. Aquadest
6. Standar pinostrobin
D. CARA KERJA
1. Ekstraksi Cair-cair
Ekstrak etanol hasil maserasi diencerkan dengan etanol-air (1:1) sebanyak 150 ml, diaduk terus sampai encer dan homogen, kemudian dimasukkan kedalam corong pisah, difraksinasi berturut-turut dengan pelarut n-heksan dan etil asetat. Mula-mula difrajkksinasi dengan n-heksan sebanyak 150 ml diperoleh fraksi n-heksan dan etanol. Fraksi n-heksan dipisahkan, kemudian fraksi etanol difraksinasi lagi dengan n heksan sebanyak 50 ml, diperoleh fraksi n- heksan dan etanol.fraksi n-heksan dipisahkan. Fraksi etanol-air difraksinasi lagi dengan etil asetat sebanyak 150 ml. Diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi air. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan 50 ml pelarut untuk setiap penyariannya. Sari pertama, kedua dan ketiga dikumpulkan dalam erlenmeyer secara terpisah. Ekstraksi hasil fraksinasi dipekatkan dengan rotary evaporator.
2. Identifikasi
KLT :
a. Fase diam : silika gel GF 254
b. Fase gerak : n-heksan : etil asetat (4:1)
c. Cuplikan : Hasil fraksi dan standar pinostrobin
d. Deteksi : sinar UV 254
E. HASIL
· Nama simlpisia : Temu Kunci
Metode ekstraksi : Maserasi
Rendemen : Tidak menghitung
· Urutan fraksi :
1. Air 20 ml
2. Air 20 ml
3. Air 20 ml
4. Air 20 ml
· Jumlah solvent :
1. 20 ml air
2. 20 ml air
3. 20 ml air
4. 20 ml air
· Hasil pengamatan KLT :
Jarak yang ditempuh senyawa :
1. Sampel murni : 3,8 cm
2. Fraksi 2 : 3,7 cm
3. Fraksi 4 : 3,9 cm
· Rf = jarak yang ditempuh senyawa / jarak ditempuh pelarut
1. 3,8 / 8 = 0,475
2. 3,7 / 8 = 0,463
3. 3,9 / 8 = 0,488
A. PEMBAHASAN
Pada praktikum fraksinasi secara ekstraksi cair-cair ini bertujuan untuk mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan ekstraksi cair-cair. Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya. Sedangkan ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua. Komponen kimia akan terpisah didalam dua fase tersebuut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tepat (Sudjadi, 1986).
Dalam praktikum ini digunakan sampel ekstrak temu kunci dan air sebagai pelarut. Air yang digunakan ini berperan sebagai pelarut polar. Tujuan dari fraksinasi cair- cair bertingkat ini adalah untuk memisahkan kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak hasil maserasi temu kunci dengan etanol 96%. Pada percobaaan ini digunakan corong pisah untuk melakukan fraksinasi.
Langkah yang dilakukan adalah ekstrak temu kunci dimasukkan kedalam corong pisah kemudian tambahkan air sebanyak 20 ml dan dikocok pada satu arah. Sesekali membuka keran pada corong pisah untuk mengeluarkan udara hasil pengocokan. Kemudian tegakkan corong pisah, maka akan terlihat adanya dua fase, dimana fase atas adalah ekstrak temu kunci dan lapisan bawah adalah air. Kemudian buang fase air, dan ambil sedikit dari hasil fraksi temu kunci. Lakukan fraksinasi kembali hingga didapat hasil yang keempat.
Langkah selanjutnya adalah identifikasi menggunakan KLT.sampel yang akan diidentifikasi adalah sampel murni temu kunci, fraksinasi yang kedua dan fraksinasi yang keempat. Setellah sampel-sampel tersebut ditotolkan pada plat silika masukkan ke dalam chamber yang berisi n-heksan : etil asetat (4:1) yang telah dielusi.
Setelah fase gerak sudah mencapai batas, ambil plat silika kemudian diangin-anginkan supaya kering. Kemudian diamati dibawah lampu UV 366. Dari hasil kromatografi lapis tersebut didapat adanya spot pada masing- masing sampel. Spot pada standar murni , fraksinasi ke dua dan fraksinasi keempat masing- masing berjumlah dua. Jumlah spot antara masing-masing sampel masih memiliki jumlah spot yang sama, hal ini disebabkan oleh fraksinasi yang kurang sempurna. Rf yang didapat dari masing- masing sampel dari senyawa murni, hasil fraksi kedua dan hasil fraksi keempat adalah 0,475; 0,463 dan 0,488.
B. KESIMPULAN
Dari percobaan ini didapat kesimpulan bahwa fraksinasi adalah proses pemisahan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya. Hasil yang didapat adalah jumlah spot yang sama yaitu 2. Hal ini disebabkan oleh fraksinasi yang kurang sempurna.
C. DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, I. G dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Anlisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sthal, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Diterjemahkan oleh Kosasih dan Iwang. Bandung : ITB
Sastrihamidjojo, H. 1991. Kromatografi Edisi III. Yogyakarta : Liberty.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisius.
http://mylaporanbernadeta.blogspot.com/2018/07/fraksinasi-secara-ekstraksi-cair-cair.html
Sekian artikel Laporan Praktikum Fraksinasi Ekstraksi Cair-cair kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Laporan Praktikum Fraksinasi Ekstraksi Cair-cair dengan alamat link https://praktikum-laporan.blogspot.com/2018/09/laporan-praktikum-fraksinasi-ekstraksi-cair-cair.html